Akan lebih mudah untuk memulai sesuatu pekerjaan dimulai dari struktur yang lebih kecil. Dan dalam ilmu sosiologi, struktur sosial yang paling kecil itu bernama keluarga. Dalam keluarga, ada kepala keluarga dalam hal ini ayah, ada ibu dan ada beberapa anak. Dalam keluarga, jelas pemimpinnya adalah suami atau ayah bagi anak-anaknya. Dan yang dipimpin adalah isteri dan anak-anaknya dan orang dalam tanggungannya seperti orang tua, mertua serta pembantu rumah tangga yang tinggal serumah. Mengelola keluarga gampang-gampang susah. Gampang kalau antara yang memimpin dan yang dipimpin memiliki kesamaan visi. Susah kalau antara yang memimpin dan yang dipimpin memiliki perbedaan visi. Contoh, setiap orang tua pasti memiliki mimpi besar bila kelak diamanahi oleh Allah SWT, satu atau beberapa orang anak. Pertanyaan mendasar yang kemudian muncul adalah mau dikemanakan arah pendidikan anak-anak kita ? Nabi Ibrahim menginginkan anak yang shalih, sebagaimana do'a beliau, "Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih (Q.S. Ash-Shaffat : 100). Begitu juga Nabi Dzakariya a.s. dalam do'anya agar dikaruniai anak yang baik, " Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik (Q.S. Ali Imran : 38). Bila para orang tua sepakat dengan keinginan Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Dzakariya a.s. tentu sang pemimpin keluarga telah jauh-jauh hari memperbincangkannya kepada isteri dan orang-orang terdekat, termasuk kepada pekerja rumah tangga sekalipun. Begitu anak kita lahir, sang ayah mengazankan anaknya, memberi nama yang baik padanya, memotong rambut anaknya dan mengakikahkan anaknya (memotong kambing dan lainnya). Bila ingin anak-anaknya menjadi anak yang baik (shalih), didiklah anak-anak kita dengan aqidah yang benar. Dari aqidah yang benar akan melahirkan perilaku-perilaku yang benar pula. Perilaku sopan kepada kedua orang tuanya, perilaku menghormati kepada para ulama dan tokoh masyarakat dilingkungan sekitar, menghargai kepada sesama teman sebaya dan menyayangi kepada yang lebih muda darinya. Dididik anak-anak kita dengan Al-Qur'an dan sunnah Rasul sebagai kurikulum utamanya, berikut disediakan lingkungan yang baik dan dinasehati untuk tetap istikomah menjalankan ibadah shalat fardhu. Ditentukan bahasa ibu yang digunakan dalam berinteraksi didalam rumah tangga. Ini penting karena terkait dengan identitas. Bagi kita keluarga besar Kacang, tentu pilihan bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa, logat dan dialeg Kacang. Dan bahkan di nagari Kacang sekalipun ada varian-variannya. Ajarkan dan didiklah secara sungguh-sungguh bahasa ibu kampung kita tacinto. Siapa lagi kalau bukan kita. Siapa lagi yang mewariskan kalau bukan kita. Kitalah yang sangat otoritatif untuk mengenalkan dialeg-dialeg Kacang kepada dunia. Meski kita tinggal dirantau sekalipun, mari kita wajibkan kepada diri sendiri, kepada isteri dan anak-anak kita untuk membiasakan bahasa, logat, dialeg Kacang dalam rumah tangga kita, dalam internal peguyuban kita IKKA tacinto. Sekali mulailah dari keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar