Akhir-akhir ini ada pihak yang mempersoalkan dan mengkritik ajakan, "Kembali kepada Alquran dan Sunnah". Mereka beralasan, untuk memahami Alquran dan Sunnah perlu merujuk kepada pemahaman ulama, tidak bisa langsung semaunya saja.
Tentu alasan tersebut sangat tepat, karena kalau semua orang kembali kepada Alquran dan Sunnah tanpa kapasitas ilmu dan bimbingan ulama, bisa sesat dan menyesatkan dalam memahami agama dan menyimpulkan suatu persoalan.
Persoalannya, apakah benar jargon kembali kepada Alquran dan Sunnah itu berarti menafikan ulama, tidak perlu lagi merujuk kepada pemahaman ulama, dan berarti memahami Alquran dan Sunnah sesuai dengan selera masing-masing saja?
Ah, rasanya tidak begitu. Tidak ada pihak atau suatu kelompok yang mengajak untuk kembali kepada Alquran dan Sunnah selama ini yang mengabaikan atau tidak membutuhkan lagi penjelasan ulama. Lalu berkata, "Kita tidak butuh penjelasan ulama, langsung saja kita pahami Alquran dan Sunnah".
Ada memang segerombolan orang yang memahami Alquran dan Sunnah di tengah umat Islam, mereka mengabaikan penjelasan ulama, hanya menuruti akal dan hawa nafsu saja dalam memahami agama. Tapi, mereka justru bukan pengusung jargon "Kembali kepada Alquran dan Sunnah" itu. Selama ini mereka dikenal sebagai jaringan pemikir Islam liberal atau Islam Liberal (JIL)!
Maka, menganggap ajakan suatu kelompok atau bahkan juga seorang ulama untuk kembali kepada Alquran dan Sunnah sebagai sikap yang menafikan keberadaan ulama, sangatlah tidaklah tepat.
Semangat dakwah untuk mengajak kembali kepada Alquran dan Sunnah, adalah semangat untuk memahami agama sesuai dengan Alquran dan Sunnah, dan hidup sesuai dengan aturan agama dengan pemahaman ulama yang berdasarkan Alquran dan Sunnah. Bukan memahami Alquran dan Sunnah dengan menafikan ulama.
Semangat dan gerakan kembali kepada Alquran dan Sunnah berangkat dari realitas kehidupan umat Islam yang memang mulai jauh dari tuntunan agama dan pemahaman ulama yang bersumberkan kepada Alquran dan Sunnah itu.
Sebab itu, semangat kembali kepada Alquran dan Sunnah harus dipahami sebagai usaha memurnikan kembali pemahaman dan pengamalan umat Islam yang dikotori oleh pemahaman dan pengamalan yang bukan dari Islam. Itu dilakukan, tetap berpedoman kepada ulama rabbani umat Islam dalam memahami Alquran dan Sunnah.
Dengan semangat kembali kepada Alquran dan Sunnah diharapkan umat Islam justru semakin cerdas dan kritis dalam memahami Islam. Ketika ada penyampaian tentang suatu persoalan, umat bisa bertanya adakah dalilnya dari Alquran, adakah Sunnahnya, atau bagaimana ulama memahaminya. Bukan justru asal terima saja, dengan alasan, "ikut ulama saja" atau karena "kita orang awam".
Khawatirnya, dengan mempersoalkan dan menghadang semangat kembali kepada Alquran dan Sunnah justru inilah yang menimbulkan taklid buta kepada ulama, umat malas bertanya, dan tidak kritis, akhirnya sulit menerima perbedaan yang mana para ulama sendiri ada yang berbeda pendapat dalam suatu persoalan.
Wallahu A'lam.
Senin, 23 Juli 2018
Penulis : Lidus Yardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar