Selasa, 07 Agustus 2018

CARA MENIKMATI MUSIBAH

Sebelum bumi, langit, dan manusia diciptakan oleh Allah, Allah Subhaana Wa Ta'ala telah mencatat seluruh takdir setiap makhluk-Nya. Bahkan, takdir itu, termasuk berupa musibah, telah tercatat 50.000 tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ

"Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah" (QS Al Hadid: 22).

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR Muslim).

Tidaklah musibah terjadi, kecuali ada hikmah yang menyertai. Di antara hikmah itu adalah agar manusia kembali menata diri untuk senantiasa berada di jalan yang benar. Karena tidaklah musibah dan bencana terjadi kecuali disebabkan oleh perbuatan tangan manusia alias kemaksiatan dan dosa (lihat QS. Ar Rum: 41).

Maka, sangat penting kita menyikapi musibah. Karena musibah bisa menyebabkan seseorang bersedih, kecewa, menderita, dan bahkan berputus asa. Tapi, bagi orang-orang yang beriman kepada Allah Ta’ala, musibah justru menjadi pilihan untuk meraup kenikmatan di sisi-Nya. Kenikmatan itu berupa kebaikan diri yang berbalaskan pahala, bahkan surga Allah Ta’ala di akhirat nanti.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Sungguh menakjubkan perkara orang-orang Mukmin karena segala urusannya menjadi baik. Hal ini tidak terjadi pada semua orang kecuali pada orang-orang Mukmin. Saat mendapat kenikmatan (kesenangan) ia bersyukur karena syukur itu baik untuk dirinya. Dan apabila ditimpa musibah, ia bersabar karena sabar itu baik untuk dirinya" (HR Muslim).

Ada beberapa cara agar kita bisa menikmati musibah dan meraup kebaikan di sisi Allah Ta’ala.

PERTAMA, berprasangka baik kepada Allah (husnuzzhan ilallaah). Sebab, terjadinya musibah atas izin Allah (lihat QS At Taghaabun [64]: 11), dan Allah mustahil berkehendak menganiaya hamba-hambaNya.

“Dan tidaklah Allah berkehendak untuk menganiaya hamba-hamba-Nya di muka alam" (QS Ali Imran [3]: 108).

Sebab lain pentingnya husnuzzhan kepada Allah, karena apa yang kita sangka buruk boleh jadi baik untuk kita dan apa yang kita sangka baik boleh jadi buruk untuk kita. Hanya Allah yang Maha Mengetahui, sedangkan kita tidak mengetahui apa yang terbaik untuk kita (lihat QS Al Baqarah [2]: 216).

KEDUA, muhasabah atau introspeksi diri. Sebab musibah terjadi kebanyakan disebabkan atau diundang oleh kezaliman (kemaksiatan) yang dilakukan manusia sendiri. Allah Ta’aala berfirman:

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka. Agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" (QS Ar Rum [30]: 41).

Imam Abul ‘Aliyah ar-Riyah, seorang tabi’in, pernah berkata: “Barang siapa yang bermaksiat kepada Allah di muka bumi berarti dia telah berbuat kerusakan di dalamnya, karena bumi dan langit baik hanya dengan ketaatan kepada Allah" (Tafsir Ibnu Katsir (7/183), tahqiq oleh Dr Abdullah Alu Syaikh).

Syaikh Abdurrahman as Sa’di berkata tentang QS. Ar Rum [30]: 41 dalam kitab Taisirul Karimir Rahman: “Bahwa segala musibah yang menimpa manusia, baik yang terjadi pada dirinya, harta, anak-anak, dan keluarga mereka tidak lain disebabkan oleh maksiat yang pernah mereka lakukan".

KETIGA, bertobat dan istighfar. Setelah kita berprasangka baik kemudian menyadari bahwa musibah yang terjadi ada koneksi dengan kemaksiatan dan dosa, maka nikmatilah musibah dengan bertobat kepada Allah Subhaana Wa Ta’ala dengan tobat nashuha (Lihat QS At Tahrim [66]: 8).

Terbukanya pintu tobat untuk pelaku maksiat, adalah bentuk rahmat dan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya. Dengan tobat fluktuasi keimanan kembali meningkat. Keimanan meningkat tanda kemampuan untuk meraih ketakwaan juga meningkat. Iman dan takwa, adalah syarat utama munculnya keberkahan hidup manusia yang melimpah, baik dari langit maupun bumi (lihat QS Al A’raaf [7]: 96).

KEEMPAT, indahkan musibah dengan sabar dan amalan shalat (doa). Kesabaran menentukan reaksi dan aksi saat musibah datang. Sedangkan shalat (doa) memastikan kita tetap terhubung kepada Allah Ta’ala sebagai buah dari kesabaran itu. Oleh sebab itu, sikap sabar mengawali ibadah shalat saat tertimpa musibah. Allah Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman mintalah pertolongan kepada Allah melalui sabar dan salat" (QS Al Baqarah [2]: 153).

KELIMA, nikmati musibah dengan melihat besarnya musibah yang telah dialami orang-orang terdahulu. Karena hal itu akan memotivasi kita untuk sabar dan kuat menghadapinya. Di sini, penting sekali kita membaca dan berkaca kepada sejarah orang-orang soleh (salafus sholeh) yang gigih mempertahankan kebenaran meskipun di atas penderitaan, kelaparan, bahkan resiko kematian.

Oleh sebab itu, banyak pilihan kita dalam menyikapi musibah. Saat musibah datang kita bisa memilih untuk menderita dan putus asa, atau menikmatinya dengan tetap bermuhasabah dan memperbaiki diri sambil ridho atas ketetapan-Nya!

Wallaahu A’lam.

Penulis : Lidus Yardi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar