Senin, 20 Agustus 2018

MENJADI MANUSIA ARAFAH

Inti dan puncak pelaksanaan ibadah haji adalah wukuf di Arafah (09 Dzulhijjah). Ketika Rasulullah ditanya tentang haji, Rasulullah menjawab "Alhajju 'Arafah", haji itu adalah 'Arafah (HR Tarmidzi). Seakan-akan, haji hanya di Arafah. Tidak ada haji tanpa Arafah.

Di padang Arafah manusia wukuf, yang berarti berhenti, atau berdiam diri. Seakan menjadi simbol tempat pendewasaan diri untuk menjadi hamba yang sejati, melalui tadabbur dan tafakkur diri.

Dan Arafah secara sederhana berarti mengenal atau mengetahui. Kita mengenal istilah lainnya dengan kata arif. Arif menurut KBBI berarti bijaksana, faham, pandai, atau mengerti.

Wukuf di Arafah, menjadi simbol pentingnya mewukufkan diri dari kebisingan duniawi dan harus arafah akan hakikat kehidupan ini. Dari mana, sedang di mana, dan akan kemana kita pergi.

Tidaklah kearifan diri terjadi dalam hidup ini, kecuali terealisasi dalam setiap ketaatan kepada Ilahi. Laksanakan apa yang diperintah dan meninggalkan apa yang dilarang Allah dan Rasul-Nya.

Menjadi manusia arif adalah yang selalu ingat akan kematian dan banyak mempersiapkan diri untuk (setelah) kematian itu. Itulah hakikat kecerdasan insan.

Menjadi manusia arif adalah berbekal takwa. Dimana takwa adalah sebaik-baik bekal perjalanan yang harus dipersiapkan diri di dunia untuk akhirat. Dan takwa itu adalah pembeda, untuk menjadi mulia agar terhindar dari hina.

Manusia arif adalah manusia yang pandai mengendalikan amarahnya. Marah tidak membuat akal sehat orang yang sabar menjadi hilang. Karena sabar adalah hakikat kekuatan diri.

Manusia arif adalah manusia yang memahami kekurangan dirinya. Dengan itu, ia sibuk mengurus aib dirinya dan menahan diri dari sikap meninggi. Ia lihat orang lain selalu baiknya berlebih. Itulah hakikat tawadhunya diri.

Di Arafah, manusia diajak cerdas memahami dirinya sebagai seorang hamba. Mendidik akal dan nurani biar peka. Melalui pertobatan saja, terbebaslah seorang hamba dari ancaman siksaan neraka.

Di hari Arafah, kita wukuf sejenak, merenungi makna kehidupan seraya memantaskan diri menjadi seorang hamba, untuk menggapai ridho dan Surga yang dijanjikan-Nya.

Wallahu A'lam

✍️ Lidus Yardi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar