Kamis, 16 Mei 2019

BUKAN PENDIAM

Banyak kisah para ulama yang masuk penjara, disiksa, bahkan ada yang dibunuh saat mereka hidup di bawah kepemimpinan pemimpin yang zalim. Itu artinya, mereka tidak diam saat kezaliman dilakukan oleh pemimpin. Ada prinsip kebenaran yang mereka pegang yang harus mereka perjuangkan. Atau, mereka memiliki harga diri yang tidak bisa ditawar meski berhadapan dengan kekuasaan. Mereka tidak diam.

Syaikh Ibnu Taimiyah yang pernah dipenjara dan bahkan meninggal dalam penjara, gara-gara diadukan kepada Emir Humsh al-Afram oleh orang-orang (sufi) yang membencinya saat itu, karena dianggap membuat keresahan, pernah berkata, "Diam dari sesuatu yang wajib disampaikan hukumnya adalah haram".

'Abu Ali Ad-Daqqooq An-Naisaburi Asy-Syafi’i pernah berkata: “Barangsiapa yang berdiam diri dari (menyampaikan) kebenaran, maka ia adalah Syaithon Akhros (yakni setan yang bisu dari jenis manusia).” (Disebutkan oleh imam An-Nawawi di dalam Syarah Shohih Muslim).

Tidak heran, sejarah orang-orang sholeh (ulama) yang punya prinsip hidup dan nilai perjuangan, tidak akan pernah sejalan dengan kekuasaan yang zalim. Karena memang antara haq dan batil tidak mungkin bisa dikompromikan. Dan sikap mereka itu tidak berarti identik dengan melawan dan mempermalukan pemimpin, apalagi tidak mengakui pemimpin.

Yang menarik, diantara masalah ulama dahulu dengan penguasanya justru ada karena menolak jabatan yang diberikan kepadanya. Imam Abu Hanifah misalnya, pernah dipenjara dan dicambuk oleh al Manshur justru karena menolak jabatan sebagai Qadhi. Hal yang sama juga terjadi pada Imam Sufyan Ats-Tsauri. Fenomena ini tentu sangat langka, bahkan mungkin tidak ada lagi kita temukan untuk saat ini.

Bacaan https://www.hidayatullah.com/kajian/oase-iman/read/2018/05/29/143257/10-ulama-besar-yang-dipenjara-dan-dikriminalisasi-penguasa.html

Perjalanan hidup ulama Rabbani memang menginspirasi. Di Indonesia kita pernah punya sosok seperti Buya Hamka. Ketika dia menganggap ada kezaliman dari penguasa, dia tidak mencari zona aman. Keberpihakannya jelas, untuk kepentingan umat Islam dan bangsa, tidak abu-abu.

Ia bangkitkan ghirah keislaman umat Islam Indonesia dan pentingnya nilai perjuangan. Yang haq tidak bisa ditawar dengan yang batil, dan yang haq itu harus disampaikan meski penguasa tidak menyukai. Dan itu, pasti berisiko.

Buya Hamka pernah difitnah dan dipenjara pada masa Soekarno, mendapat tekanan karena fatwa haramnya natalan bersama saat masa Soeharto. Namun, saat Soekarno meninggal justru ia yang menjadi imam sholat jenazahnya. Dan saat Buya Hamka meninggal, Senin 24 Juli 1981 hingga saat ini ia tetap dikenang sebagai pejuang, ulama, dan sastrawan. Bukan seorang pendiam!

✍️ Lidus Yardi
Jum'at, 12 Ramadhan 1440 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar