Jumat, 16 Februari 2018

DIALOG (SIMBOL EGALITER)

Ada yang unik dengan da'i ngetop yang satu ini, Ustadz Abdul Somad.  Dipengantar ceramah, beliau sampaikan inti materi kira-kira sepertiga waktu dari total waktu yang disediakan. Ma'af sedikit saya mengenal tentang beliau, karena beliau penceramah rutin dilingkungan kami, yakni di Mesjid Ukhuwwah komplek perumahan Griya Bina Widya UNRI satu kali  setiap bulan, di Kamis pagi minggu ke 1. Sesekali beliau menggunakan infokus, bila materi ceramah yang disampaikan kategori "berat", contoh materi syi'ah versus sunni. Diawali ceramah beliau dengan puji-pujian ke Yang Kuasa lalu shalawatan buat Nabi Muhammad SAW dan yang tak ketinggalan, beliau selalu menyampaikan penghormatan kepada yang hadir, dimulai para tokoh/ pemuka masyarakat hingga kepada anak-anak yang hadir, tidak luput dari perhatian da'i yang bersahaja ini. Kembali ke pokok bahasan, jadi dua pertiga waktunya lagi, beliau gunakan untuk dialog (tanya jawab) baik melalui secarik kertas yang disampaikan jama'ah atau langsung tanya jawab secara tatap muka. Dalam menjawab pertanyaan jama'ah, beliau jawab dengan singkat, padat dan disertai sejumlah rujukan (referensi) buku-buku klasik hingga fatwa-fatwa ulama kontemporer. Beliau sampaikan berbagai fatwa-fatwa ulama dari berbagai aliran mazhab tentang satu topik, tetapi beliau juga menyampaikan pilihan pribadi beliau tanpa memaksa jama'ah agar mengikuti pilihannya tersebut. Beliau sangat menghargai prinsip dan sikap jama'ahnya. Beliau menilai, jama'ah telah mampu mengambil pilihannya sesuai dengan ketetapan hati nuraninya. Didalam ruang tanya jawab yang beliau sediakan, bila ada penanya yang menanggapi lagi, beliau tetap melayaninya dengan penuh kesabaran. Hingga akhirnya diujung ceramahnya, beliau bacakan do'a sebagai pungkasan ceramah beliau.
Mengapa beliau begitu digandrungi oleh semua kalangan. Tua muda, laki-laki perempuan, pejabat hingga kalangan rakyat jelata ? jawabannya tunggal ... dialog, ya dialog. Bersediakan kita,  pejabat-pejabat IKKA-IKKA cabang hingga IKKA Pusat setiap sa'at untuk bicara kepada anggotanya, kepada simpatisannya, kepada para senior-seniornya, kepada generasi mudanya, kepada RT, RW, lurah, camat, walikota/ bupatinya dilingkungannya masing-masing ?  Bersediakah pejabat-pejabat IKKA untuk mendengarkan pengaduan-pengaduan anggota-anggotanya yang butuh perhatian dalam segala aspek kehidupan. Bersediakah  pejabat-pejabat IKKA se Indonesia menjawab "teriakan" para pengemarnya yang disampaikan lewat media sosial (medsos). Bersediakan kita, pejabat-pejabat IKKA bergaul/ berdialog dengan peguyuban-peguyuban tetangga dekat kita, saling tukar informasi perkembangan masing-masing peguyuban. Atau kita masa bodoh terhadap semua itu, termasuk terhadap diri sendiri sekalipun ... walau diri sendiripun butuh pengembangan diri. Dan pengembangan diri bisa dilakukan dengan dialog.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar