Akhir-akhir ini sedang ngetren gubernur, walikota dan bupati masih sibuk membuat deklarasi dukungan buat salah satu calon presiden RI periode 2019 - 2024. Pernyataan/ dukungan sikap seperti ini pasti memiliki tujuan. Namun, sangat disayangkan, pernyataan tersebut kadang dilakukan secara spontan saja tanpa melibatkan "rakyatnya" baik melalui sebuah mekanisme formal maupun hanya sebatas melalui polling misalnya. Efek psikologis dari kegiatan deklarasi tersebut, baik langsung maupun tidak langsung, telah membuat "rakyatnya" terbelah. Terbelah menjadi dua kubu. Kubu yang mendukung deklarasi dan kubu yang tidak setuju deklarasi. Padahal sebelum deklarasi, "rakyatnya" bersatu dalam kebersamaan. Hari-hari berikutnya, rakyat dari masing-masing kubu terkuras hanya untuk mencari alasan-alasan pembenaran kenapa harus melakukan itu. Padahal yang tahu persis mengapa deklarasi itu dilakukan adalah para elit-elit politik yang sedang menikmati kursi singgah sananya. Sementara rakyat dibiarkan terpolarisasi. Ini jelas, sikap elit yang egois. Mengorbankan sesuatu yang sangat berharga dan tiada ternilai harganya yaitu persatuan, persaudaraan dan kebersamaan. Kini mereka "bermusuhan" untuk jangka waktu yang kita tidak tahu kapan berakhirnya. Padahal hari demi hari, rakyat menunggu kapan janji-janji kampanye sewaktu menjadi calon gubernur/ walikota/ bupati bisa dipenuhi. Waktu terus berlalu juga. Kekuatan dukungan telah jauh berkurang akibat deklasari. Deklarasi menjadi blunder. Hari-hari kedepan adalah hari-hari neraka yang diciptakan sendiri. Digunjingi rakyatnya sendiri demi kekuasaan. Apatah lagi nanti pas di hari "h" pencoblosan, terbukti mayoritas rakyatnya membangkang. Memenangkan calon lain. Kemana wajah ini mau dibawa. Rakyat sudah kadung marah. Kemana-mana pergi ditolak rakyatnya sendiri. Ini bencana yang mungkin tak terpikirkan sebelum-sebelumnya. Suasana yang sangat tidak mengenakkan. Kemana pergi hanya menjadi buah bibir rakyatnya sendiri. Inilah harga yang harus dibayar, ketika kedaulatan rakyat dikhianati/ dipermainkan. Tangan mencincang, bahu memikul.
Penulis : Muslih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar