Rabu, 14 November 2018

PERDA SYARI'AH, KENAPA DIGUGAT ?

Sekarang ini, di Indonesia telah ada partai yang anti peraturan daerah (perda) Syari'ah. Partai tersebut bernama Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Dalam acara ulang tahun ke empat Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Grace Natalie selaku Ketua PSI menyebutkan ada tiga misi yang diemban PSI dan salah satunya adalah tidak akan mendukung pemberlakuan perda Syari'ah di Indonesia. Partai ini tergolong baru dan partama kali sebagai peserta pemilu 2019. Bagi kita sebagai seorang Muslim, pernyataan anti perda Syari'ah, tentu sangat mengecewakan. PSI membawa misi ahistoris. Gerakannya tidak didasarkan pada nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat. Mereka tidak belajar dari sejarah sebelum dan sesudah Indonesia merdeka. Sebahagian besar pengurus PSI adalah orang-orang muda secara usia dan pengalaman. Mereka tidak menyentuh batin umat Muslim Indonesia. Mereka ingin membuat Indonesia baru tanpa campur tangan agama. Mereka ingin Indonesia wajah baru, wajah sekuler. Dimana kekuatan sipil umat beragama dikesampingkan. Mereka ingin urusan agama menjadi urusan pribadi diri dengan penciptanya. Mereka sengaja meninggalkan sejarah. Sejarah bangsa ini didirikan. Padahal ada beberapa produk perundang-undangan yang yang terinspirasi dari nilai-nilai Islam. Seperti undang-undang perbankan syari'ah, undang-undang tentang perkawinan, undang-undang tentang wakaf, undang-undang No. 18/2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan lainnya. Itu jelas-jelas undang-undang yang tentunya lebih tinggi hirarki hukumnya dibanding peraturan daerah (Perda). Mengapa PSI anti perda Syari'ah, padahal peraturan-peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi saja mengakomodasi nilai-nilai Islam dalam tatanan hidup berbangsa dan bernegara. Bahkan dasar negara kita, Pancasila menjadikan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai pintu masuk kita berbangsa dan bernegara. Baru kemudian kita menata nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Merawat rasa persatuan Indonesia dengan senantiasa mengedepankan musyawarah dengan penuh hikmah. Bila semua itu terwujud, maka rasa keadilan sosial akan hadir ditengah-tengah masyarakat Indonesia yang majemuk. Jadi bila ingin bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan moderen, hargailah nilai-nilai tatanan sosial yang telah tumbuh sejak bangsa ini ada, termasuk didalamnya keyakinan agama harus mendapat ruang secara adil dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Penulis : Muslih


Tidak ada komentar:

Posting Komentar