Jumat, 22 Juni 2018

KONSEP KEBAHAGIAAN

Setiap manusia menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Untuk mencapai kebahagiaan itu, manusia pun berusaha. Tapi, setelah berusaha masih banyak manusia yang gelisah. Kebahagiaan yang diharapkan justru tak pernah terasa.

Apa yang salah?
Betapa banyak manusia menyangka, bahwa dengan harta yang banyak, pangkat, kedudukan, atau kekuasaan akan memperoleh kebahagiaan, mengira disitulah letak kebahagiaan. Tidak heran, mereka pun mencari harta, pangkat, kedudukan, dan kekuasaan itu dengan mati-matian .

Padahal, kalaulah harta yang menyebabkan seseorang bahagia, tentu Qarun lebih pantas berbahagia di dunia. Karena kekayaannya tak ada tandingnya. Untuk mengangkat kunci gudang yang terbuat dari emasnya saja, butuh beberapa lelaki untuk mengangkatnya.

Kalaulah kekuasaan, pangkat, atau kedudukan yang menyebabkan orang bahagia, tentu Fir'un lebih pantas berbahagia di dunia. Tapi, Alquran justru mengabadikan kisah mereka sebagai pelajaran hidup, bahwa harta dan kekuasaan bukan jaminan seseorang untuk mendapatkan kebahagiaan.

Lalu, apa konsep kebahagiaan seorang muslim? Apa tanda orang yang bahagia? Dan dengan apa seharusnya kita berbahagia?

Allah Ta'ala hanya 'merekomendasikan' manusia untuk berbahagia dengan karunia-Nya dan rahmat dari-Nya. Selain itu, bukanlah kebahagiaan yang direkomendasikan (diridhoi) oleh Allah alias kebahagiaan yang menipu.

قُلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِۧ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ

Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (QS Yunus: 58).

Para ulama tafsir menjelaskan, "karunia Allah" pada ayat di atas maksudnya adalah keimanan. Dan "rahmat Allah" maksudnya adalah Alquran. Keduanya menuntut adanya ilmu dan amal sholeh dalam Islam. Dengan itulah manusia berbahagia dalam kehidupan.

Dengan kata lain, kebahagiaan itu hanya akan diperoleh dengan mengenal Allah Ta'ala, beriman kepada-Nya, mengingat-Nya, mentaati ajaran-Nya dengan berdasarkan Alquran dan Sunnah. Dengan itulah manusia akan tenang (QS Ar Ra'd: 28) dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik (QS An Nahl: 97). Baik di dunia maupun di akhirat.

Ingat, kebahagiaan itu merupakan anugerah dari Allah. Dan tidak mungkin Allah titipkan anugerah kebahagiaan itu pada hati yang lalai mengingat-Nya dan pada tubuh yang senantiasa bermaksiat kepada-Nya.

Sebab itu, kata Ibnul Qayyim rahimahullah, orang yang senantiasa berbahagia memiliki tiga tanda. PERTAMA, jika diberi nikmat, dia bersyukur. KEDUA, jika mendapat musibah, dia bersabar. KETIGA, jika melakukan kesalahan, dia beristighfar.

Bersyukur, bersabar, dan beristighfar adalah ibadah dan bukti seorang hamba mengingat Allah. Dan kehidupan yang dilalui manusia tidak akan lepas dari tiga persoalan yaitu nikmat, musibah, dan salah. Maka, harus ada syukur, sabar, dan istighfar.

Tidak ada kebaikan saat diberi nikmat, kecuali bersyukur. Tidak ada kebaikan saat ditimpa musibah, kecuali bersabar. Dan manusia pasti melakukan kesalahan, dan dia akan mendapatkan kebaikan dari kesalahannya, jika ia beristighfar atau minta ampun kepada Allah.

Tidaklah Allah perintah manusia bersyukur, pasti ada nikmat yang telah diberi. Tidaklah Allah perintah manusia bersabar, pasti manusia akan diuji. Tidaklah Allah perintah manusia bertobat, dan ibadah tobat itu ada, kecuali manusia pasti melakukan salah dan dosa.

Jadi, tanda dan konsep kebahagiaan hidup itu sangatlah sederhana. Mendapatkannya tidak perlu ikut pelatihan di hotel mewah, dengan bayaran berjuta-juta. Cukuplah berbahagia dengan karunia Allah berupa iman, rahmat Allah berupa petunjuk Alquran, sunnah Rasulullah, lalu realisasikan dalam kehidupan.

Wallahu A'lam
10 Ramadhan 1439 H

Penulis : Lidus Yardi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar