Memilih pemimpin adalah ibadah, karena Allah dan Rasul-Nya yang perintah. Allah perintah kita mentaati pemimpin (ulil amri). Itu artinya, harus ada pemimpin yang dipilih dan diangkat dulu.
"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kalian" (QS. An Nisa: 59).
Rasul suruh kita mengangkat pemimpin saat bepergian meski hanya tiga orang. Itu artinya, betapa besar kedudukan memilih pemimpin dalam Islam meski dalam kondisi perjalanan.
“Jika tiga orang (keluar) untuk bepergian, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka sebagai ketua (pemimpin) rombongan.” (HR Abu Dawud)
Karena Allah dan Rasul yang menyuruh kita memilih dan mentaati pemimpin, berarti memilih dan mentaati pemimpin sama-sama merupakan ibadah yang mengandung kemaslahatan hidup kita.
Di antara kemaslahatan pemimpin dan mentaati pemimpin yang mengandung kemaslahatan adalah, ia menjadi washilah untuk tegaknya aturan Allah di muka bumi. Dengan satu kebijakan dan tanda tangan pemimpin, kebaikan dan keburukan bisa dipertaruhkan.
Persoalannya, bagaimana mungkin mentaati pemimpin menjadi ibadah kalau kebijakan dan perintahnya mengandung kemaksiatan kepada Allah? Karena kata Rasulullah, tidak ada ketaatan kepada siapapun dalam hal bermaksiat kepada Allah.
Sebab itu, supaya mentaati pemimpin menjadi ibadah, maka harus dimulai dengan memilih pemimpin yang bernilai ibadah. Bagaimana memilih pemimpin yang bernilai ibadah? Pilihlah pemimpin sesuai dengan dalilnya.
Di antara dalil memilih pemimpin adalah, jangan memilih pemimpin yang tidak amanah (khianat), pendusta (kazib), bodoh (jahil), dan kafir. Dengan kata lain, pilihlah pemimpin dari kalangan mukmin yang dapat dipercaya (amanah), cerdas (fathonah), jujur (shiddiq), dan cakap bicara (tabligh).
Karena memilih pemimpin yang khianat, kazib, jahil, dan kafir dapat dipastikan termasuk kemaksiatan kepada Allah. Itulah kemaksiatan yang jauh hari telah diingatkan oleh Rasulullah: "Akan tiba kepada manusia tahun-tahun yang penuh tipu daya, dimana pendusta dipercaya dan orang jujur didustakan, pengkhianat diberi amanah dan orang yang amanah dikhianati" (HR Al Hakim).
Tidak mungkin pemimpin amanah muncul, mentaati kebijakannya akan bernilai ibadah, kalau pemimpinnya berkhianat dan pemilihnya juga berkhianat, yaitu berkhianat kepada Allah.
Maka, amanahlah dalam memilih pemimpin agar muncul pula pemimpin yang amanah. Jangan berkhianat kepada Allah dalam memilih pemimpin dengan memilih orang yang tak pantas menerimanya.
✍️ Lidus Yardi
Ahad, 20 Januari 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar