Awal tahun pelajaran lalu, saya mendapat informasi, bahwa ada sebuah pondok pesantren di Kuansing yang orang tua santrinya menunggak pembayaran mondok, yang kalau dijumlahkan semuanya mencapai Rp300 juta, bahkan lebih.
Ada pula berita dari salah satu Madrasah Ibtidaiyah, masih di Kuansing, yang dikelola oleh swasta yang orangtua muridnya hampir tidak pernah bayar uang sekolah anaknya, meski anaknya telah duduk di kelas enam.
Begitulah.
Ada orangtua mampu beli rokok setiap hari, tapi menunggak uang bulanan sekolah agama anaknya di MDA/PDTA. Ada orangtua yang mampu bayar kredit kenderaan bertahun-tahun, tapi tak mampu bayar uang sekolah anaknya perbulan.
Padahal, menyekolahkan anak dan berjuang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak, bukan saja sekadar kewajiban bagi orangtua, tapi juga seharusnya menjadi harga diri yang harus dijaga.
Mungkin terlambat membayar uang sekolah anak perkara biasa, karena kondisi dan lain hal bisa melatarbelakanginya. Tapi, tidak membayar uang sekolah anak berbulan-bulan dengan sikap abai dan lalai, seharusnya sudah menjadi malu bagi orangtua.
Pola pikir kita sebagai orangtua seharusnya diubah. Mendidik anak dan menyekolahkan anak seharusnya menjadi harga diri yang harus diperjuangkan dan menjadi malu jika tidak terpenuhi. Karena anak dan mendidik anak, terutama dalam persoalan akidah, ibadah, dan akhlaknya, adalah investasi masa depan sesungguhnya.
Sebisanya, menjadi komitmen bagi setiap orangtua (muslim), bahwa baiknya kualitas pendidikan (ilmu) agama anak adalah karena pengajaran di rumah. Anak pandai sholat dan baca Alquran misalnya, karena pendidikan orangtua. Bukan karena pendidikan guru ngaji di surau atau guru agama di sekolah.
Mengapa?
Karena, salah satu amal jariyah yang pahalanya tiada henti meski yang beramal telah mati, adalah ilmu yang bermanfaat yang diajarkan saat masih hidup.
Jangan sampai pondasi awal ilmu (agama) yang tertanam pada anak kita melalui pengajaran dan pendidikan justru pertama kali dilakukan oleh orang lain. Khawatirnya, pahala sholatnya anak, bacaan Alqurannya anak, nanti mengalir tiada henti kepada orang yang mendidiknya, bukan kepada orangtua yang menyekolahkannya.
Maka, jika tidak mampu meraih pahala mendidik dan mengajar anak secara langsung, tidak mampu menanamkan nilai-nilai agama kepada anak untuk pertama kalinya di rumah, paling tidak, raihlah pahala mendidik anak dengan cara menyekolahkannya. Dan jadikan itu sebagai harga diri yang harus dijaga. Allahul musta'an.
✍️ Lidus Yardi
Ahad, 27 Januari 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar