Jumat, 19 Oktober 2018

MEIKARTA VERSUS REKLAMASI

Dua perusahaan raksasa yang sama-sama berinvestasi dibidang properti dengan nominal ratusan bahkan ribuan triliunan rupiah. Jumlah yang tidak sedikit, dengan penjualan perumahan semurah-murahnya Rp. 500 jutaan/ perunit. Dengan segmentasi pasar adalah kaum menengah keatas. Kedua perusahaan tersebut akhirnya sama-sama berhadapan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Masalahnya juga sama, yaitu terkait masalah perizinan. Kalau Reklamasi Teluk Jakarta kini tinggal bangkainya saja yang dulu dielu-elukan oleh para pejabat negara dan terakhir ditutup izinnya juga oleh pejabat negara yang baru bernama Anies Baswedan. Sang Gubernur DKI Jakarta. Sang pembela wong cilik. Kini Reklamasi tinggal menjadi sejarah buruk bagi bangsa ini. Perusahaan raksasa tapi tidak ta'at pada aturan negara yaitu perizinan. Hal sama didepan mata, kini giliran Meikarta. Perusahaan raksasa ini sangat gencar iklan di TV beberapa waktu yang lalu. Terkesan ingin menandingi kemegahan kota Jakarta yang terkenal macet. Dan Meikarta merupakan sosok kota anti macet yang didisain sedemikian rupa. Kini banyak yang menjadi tersangka gara-gara Meikarta, mulai dari Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin dan sebahagian jajarannya hingga pemilik perusahaan pengelola Meikarta tidak luput dari incaran KPK. Lalu bagaimana nasib konsumen Meikarta, apakah akan mengalami nasib yang sama dengan konsumen dari perusahaan pengelola reklamasi Teluk Jakarta ? Hingga tulisan ini dibuat, jawaban yang pasti belum diperoleh. Seyognya, suatu usaha perusahaan yang izinnya sedang ada masalah, maka status usaha tersebut menjadi statusquo. Artinya tidak dibenarkan adanya aktifitas usaha hingga masalah yang dihadapi telah clear secara hukum dan keputusan pengadilan yang telah memiliki keputusan tetap. Bila ini tidak dilakukan, berarti ada perlakuan diskriminasi dalam penegakkan hukum. Bila ini terjadi, tentu sangat melukai rasa keadilan dimata masyarakat. Bayangkan, bila warga negara yang membangun tanpa ada surat izin mendirikan bangunan (IMB), Satpol PP dengan cepat membongkar bangunan tersebut tanpa ampun. Antara Meikarta dan Reklamasi Teluk Jakarta memiliki kesamaan sikap, yaitu sama-sama tidak menghargai tata aturan yang standar berlaku di negara tercinta ini. Masih suka jalan pintas yang keuntungannya hanya untuk perorangan dan negara terus mengalami kebocoran yang akut. Bila pola kepemimpinan nasional sekarang ini tidak segera di reformasi, akibatnya negara diambang kebangkrutan. Bocor terus bocor terus.

Penulis : Muslih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar