Jangan heran jika Islam dihina, dicaci maki, atau dilecehkan oleh orang-orang kafir, musyrik, atau munafik, karena itu bagian dari keyakinan kita sebagai umat Islam.
Mengapa bisa dikatakan demikian? Karena Allah Ta'ala dan Rasul-Nya yang telah mengabarkan hal demikian kepada kita. Jika tidak ada ucapan dan tindakan kebencian mereka kepada Islam atau simbol-simbol Islam, justru kebenaran Alquran dan hadis Rasulullah dapat dipertanyakan.
Maka, jangan heran (lagi) jika kita mendengar, menemukan dan membaca status di media masa yang melecehkan Rasulullah, syariat Islam, bahkan Allah, Rabb yang kita sembah.
Sepanjang sejarah, bahkan Rasulullah sendiri telah mengalami dan merasakan bagaimana sikap buruknya orang-orang kafir, musyrik, atau munafik itu terhadap dirinya dan Islam. Dengan sejarah itulah kita belajar menyikapi mereka. Karena ada teladan Rasulullah yang bisa kita jadikan pedoman. Allah Subhaana Wa Ta'ala pun telah mengabadikannya dalam Alquran.
“Dan pasti kamu akan mendengar banyak hal sangat menyakitkan hati dari orang-orang yang diberikan Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan” (QS Ali-Imran: 186).
“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah senang kepadamu sampai kamu mengikuti agama-atau jalan hidup mereka” (QS Albaqarah: 120).
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama dengan mereka” (QS An-Nisaa: 89).
Jelas sudah. Allah Ta'ala telah memastikan bahwa kita akan mendengar, membaca, atau melihat hal-hal yang akan membuat hati kita sakit dari orang-orang yang pernah diberikan kitab, yaitu Yahudi dan Nasrani, begitu pula dari orang-orang musyrik dan munafik.
Mereka itu tidak akan senang, selalu dengki, membuat permusuhan, sampai kita masuk lubang biawak untuk mau mengikuti keinginan dan millah mereka.
Itulah mereka, itulah yang disampaikan Allah dan Rasul-Nya tentang mereka, dan sebab itulah kita yakin dan percaya.
Apa solusinya? Perhatikan QS Ali Imran ayat 186 di atas, ada dua cara kita dalam menyikapi mereka, yaitu SABAR dan TAKWA. Kalau kita membalas keburukan mereka dengan cara-cara seperti mereka, yaitu umpatan dan makian terhadap ajaran agama mereka pula, lalu apa yang membedakan sikap kita dengan mereka?
Bukankah Allah juga telah mengingatkan, keburukan mereka yang dibalas dengan cara yang buruk pula, seperti menghina agama dan sembahan mereka, hanya akan menyebabkan keburukan mereka bertambah-bertambah.
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampui batas tanpa ilmu” (QS Al-An’am: 108).
Sebab itu, bersabar dan tetap bertakwa kepada Allah seraya menunjukkan akhlak yang mulia, baik dikehidupan nyata maupun di media sosial adalah hal yang paling utama.
Tapi, kalau memang memungkinkan dan mampu, maka bantahlah tuduhan buruk mereka dengan cara yang lebih baik, konstitusional, objektif dan ilmiah (wajaadilhum billati hiya ahsan).
Allahul musta’an.
Selasa, 06 November 2018
Penulis : Lidus Yardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar