Hasil kerja BIN dipublikasi jor-joran oleh berbagai media masa. Termasuk kegagalan pemerintah mengkondisikan mesjid milik pemerintah untuk tidak terasuki paham-paham radikal. Sedikitnya ada 41 mesjid milik pemerintah yang mengkhawatirkan. Dan ada 50 penceramah dalam "pengawasan" BIN. Ketika informasi ini diakses masyarakat luas, timbul kecurigaan, kenapa BIN mempublikasi masalah ini disa'at bangsa ini sedang menikmati tahapan-tahapan pesta demokrasi, padahal hasil penelitian P3M itu pun telah dipublikasi di media masa beberapa bulan yang lalu. Tetapi kenapa BIN begitu bersemangat mengangkat isu ini kembali. Kalau memang benar ada infiltrasi radikalisme ke institusi-institusi pemerintah, kenapa justru disebar luaskan ke publik. Efek turunannya adalah menimbulkan gejolak ditengah-tengah masyarakat, khususnya mereka yang bekerja di instansi-instansi yang mesjidnya menjadi sorotan pihak BIN. Demonstrasi karyawan BUMN-BUMN pun mulai digelar. Keberatan atas tindakan BIN yang membuat situasi menjadi membingungkan. Terkesan, situasi seperti ini sengaja dimunculkan agar calon pemilih di pileg dan pilpres 2019, mencoblos calon tertentu. Bila pengamatan ini benar, maka sungguh telah terjadi perampasan hak-hak kebebasan masyarakat di pemilu ini. Pemilu yang seharusnya bersifat riang gembira tanpa tekanan, namun menjadi pemilu yang menyesakkan dada. Karena pilihannya tidak lagi jurdil, tapi "sudah menjadi rahasia umum". Penuh keterpaksaan dan rekayasa. Sampai-sampai orang gilapun turut didata untuk memilih. Sungguh nalar bangsa ini telah terpasung.
Penulis : Muslih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar