Senin, 03 Desember 2018
BERFIKIR OBYEKTIF
Suksesnya kegiatan shilaturrahmi alumni 212 yang diadakan pada Ahad tanggal 2 Desember 2018 di Tugu Monas dan sekitarnya, tidak serta merta membuat para analis satu bahasa dalam menyimpulkan aksi akbar tersebut. Ada yang menuduh, kehadiran mereka lantaran dibayar. Ada yang menyebut, kehadiran mereka lantaran diperintah oleh pimpinan partai. Ada lagi yang menyebut, kehadiran mereka sengaja untuk "menyusup". Sesederhana itukah ? Banyak cerita diperoleh informasi untuk mereka bisa sampai di Jakarta. Tidak sedikit hambatan yang mereka hadapi. Dari luar Jakarta, sangat banyak yang menggunakan kenderaan pribadi, baik kenderaan roda dua maupun kenderaan roda empat lantaran bus pariwisata "batal" berangkat. Ada yang berjalan kaki. Ada peserta dari Riau, dengan mempertimbangkan situasi, sebahagian peserta harus berangkat pakai pesawat, dan sebahagiannya menggunakan bus. Bahkan setingkat cawapres K.H. Ma'ruf Amin pada beberapa hari menjelang pelaksanaan reuni alumni 212 menyebutkan, kalau reuni alumni 212 sudah bubar. Pernyataan yang sangat memojokkan keluarga besar alumni 212. Tidak sepatutnya sosok panutan menyampaikan pernyataan seperti itu. Membuat keluarga besar alumni 212 tidak simpatik lagi dengan beliau. Sebagai sosok panutan, seyogyanya, beliau mengayomi dan menyejukkan. Ada lagi sebahagian orang yang tidak setuju digelarnya reuni alumni 212 dengan membuat acara tandingan diberi nama "kontemplasi 212" ditempat dan waktu bersamaan. Namun, rencana itu gagal karena pihak kepolisian keberatan. Ternyata dengan kehadiran peserta reuni alumni 212 yang mencapai 13,4 juta jiwa, tidak menyadarkan diri untuk sedikit berfikir obyektif. Berfikir berdasar fakta dan data dilapangan. Tidak dikurangi dan tidak ditambah. Terhadap pihak-pihak yang telah mengira-ngira bahwa kahadiran peserta reuni alumni 212 hanya 30 ribu orang. Bahkan sebahagian hanya memperkirakan 3 ribu orang. Setelah melihat realitasnya ternyata sangat jauh selisihnya. Tidak ada kata yang lebih pantas kecuali mengakui realitas tersebut dan menyatakan penyesalannya atas kesalahan fatal yang dilakukannya. Namun, bila itu tidak dilakukan, bahkan fakta dan data dilapangan dimanipulasi, dikurangi umpamanya. Maka dia telah bergeser ke cara berfikir konspiratif. Tradisi ilmiah yang selama ini diagung-agungkan guna untuk meyakinkan orang, kini telah menjadi bangkai busuk terkubur bersama dirinya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar