Sabtu, 22 Desember 2018

HIDUP BERADAT, MENGAPA TIDAK ?

Hidup merantau di kota Pekanbaru, berlaku adat nasional. Tidak ada adat yang dominan mewarnai kehidupan warga kota Pekanbaru. Dalam satu kawasan perumahan, ditempati dari berbagai suku dan agama. Toleransi menjadi "pakaian" wajib setiap warga. Bahasa Indonesia menjadi bahasa ibu, meski kedua orang tuanya berasal dari daerah yang sama dan bisa jadi dari suku yang sama pula. Dibalik itu semua itu, ada sisi lain yang mulai sirna dari hiruk pikuk gemerlapnya kehidupan dunia, yaitu terjadinya degradasi adat dari suku daerah mana kita berasal. Padahal nilai-nilai adat tersebut selama beratus-ratus tahun telah mampu membentuk karakter yang baik. Satu contoh adat minang yang terkenal dengan sebutan Pasambahan Tagak Gala. Dalam bahasa umum bermakna pengukuhan gelar. Ini terjadi terhadap anak laki-laki minang yang akan memasuki jenjang perkawinan. Termasuk didalamnya urang sumando. Hal ini berangkat dari filosofi yang menyebutkan, kecil dipanggil nama, besar dipanggil gelar. Bagi urang sumando, penganugrahan suku dan gala (gelar) disamping merupakan ritual adat yang seharusnya diterima, lebih dari itu, ia merupakan amanah. Sebuah amanah yang diharapkan mampu membentuk karakter-karakter positif bagi dirinya dan masyarakat disekitarnya. Sebut saja contoh gelar fakiah mudo atau malin mudo. Arti harfiah dari fakiah bermakna sosok seseorang yang memiliki latar belakang pemahaman keagamaan yang lebih. Dengan dipanggil setiap waktu dan keadaan dengan panggilan fakiah mudo, diharapkan memberikan efek positif. Terdorong pada dirinya untuk terus menerus mendalami ilmu agama hingga ajal menjemputnya. Terinspirasi untuk terus mendakwahkan nilai-nilai agama yang telah dipahaminya. Dalam prinsip pribadinya akan terus terjadi proses internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai agama. Kalau telah demikian, mengapa kemudian terjadi pergeseran persepsi. Seakan-akan gelar pakiah mudo atau malin mudo telah tergantikan sama sekali dengan gelar "ilmiah" seperti S.Ag, M.Ag, dan seterusnya. Gelar pakiah mudo atau malin mudo bisa saja disematkan kepada siapa saja yang memiliki pemahaman keagamaan yang standar, meski yang bersangkutan secara pendidikan formal, mungkin tidak tamat SD sekalipun. Gelar pakiah mudo atau malin mudo lebih kepada pengakuan terhadap integritas seseorang dimata masyarakat. Panggilan gelar tidak saja berlaku di kampung asal dari mana seseorang berada, panggilan gelar juga seyogyanya diberlakukan dimana seseorang diperantauan. Bukan karena seseorang akan didaulat sebagai calon presiden.

Penulis : Muslih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar